Tahukah Anda Rekomendasi Tata Laksana Osteoporosis pada Laki-laki, agar Tulangnya Sehat?

Tahukah Anda Rekomendasi Tata Laksana Osteoporosis pada Laki-laki, agar Tulangnya Sehat?

Share

Osteoporosis merupakan kondisi di mana tulang kehilangan masanya, terjadi gangguan struktur dan regenerasi tulang, sehingga meningkatkan risiko patah tulang. Kondisi ini dikenal lebih sering terjadi pada perempuan, namun ternyata juga banyak diderita oleh laki laki, yang sayangnya seringkali tidak tertangani dengan baik. Satu dari lima laki-laki usia lima puluh tahun ke atas ternyata diperkirakan dapat mengalami patah tulang akibat osteoporosis, antara lain patah tulang panggul dan lengan bawah. Risiko kematian dari komplikasi fraktur (misalnya sepsis) juga lebih banyak di laki-laki dari pada perempuan.

Oleh karenanya, International multidisciplinary working group of the European Society for Clinical and Economic Aspects of Osteoporosis, Osteoarthritis and Musculoskeletal Diseases mengeluarkan Grading of Recommendations Assessment, Development and Evaluation (GRADE) yang menjadi rekomendasi untuk diagnosis, monitoring dan terapi osteoporosis di laki-laki. Kelompok kerja tersebut terdiri dari klinikus (reumatologis, endokrinologis, spesialis bedah ortopedi), epidemiologis, pakar kesehatan masyarakat dan ahli regulasi dari 18 negara berasal dari tiga benua. 

Faktor yang Mempengaruhi Osteoporsis pada Laki-laki

Beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi: hilangnya lapisan ketebalan trabekular tulang dengan connectivity intact pada pria, dibandingkan perempuan yang justru kehilangan konektivitas trabekular. Penuaan struktur tulang laki-laki juga melibatkan reduksi densitas mineral tulang.


Rangkuman dari rekomendasi dan guidelines dari kelompok kerja di atas, antara lain:

  1. Nilai referensi densitometri perempuan dapat digunakan pada tatalaksana diagnosis osteoporosis laki-laki.
  2. Fracture assessment (FRAX) merupakan alat/metode yang teat untuk melakukan asesmen risiko fraktur dan dasar dari dimulainya intervensi osteoporosis laki-laki.
  3. Intervensi terapi berdasarkan FRAX bergantung terhadap usia pasien. 
  4. Trabecular bone score, dikombinasikan dengan bone densitometry (BMD) dan FRAX dapat digunakan sebagai informasi berharga saat melakukan asesmen risiko patah tulang 
  5. Setiap laki-laki yang berisiko (fragil) fraktur perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi anti osteoporosis. 
  6. Terapi anti osteoporosis yang digunakan perlu disesuaikan dengan kondisi baseline/dasar risiko masing-masing individu. 
  7. Setiap laki-laki usia 65 tahun ke atas, wajib mendapatkan pemberian vitamin D dan kalsium.
  8. Bifosfonat oral (alendronate dan risedronate) merupaka terapi lini pertama pada laki-laki dengan risiko fraktur.
  9. Denosumab atau zoledronate adalah lini kedua terapi.
  10. Terapi sekuensial perlu dimulai dengan obat pembentuk tulang dilanjutkan dengan obat anti-resorpsi pada laki-laki yang risiko terjadi frakturnya sangat tinggi.
  11. Marker bone turnover dapat digunakan untuk meng-ases kerja obat anti resorpsi yang digunakan .
  12. Penggunaan obat pembentuk tulang, bila sebagai lini awal, pada pria berisiko tinggi, perlu diawasi dengan baik dan disesuaikan dengan regulasi. 
  13. Latihan fisik dan diet seimbang perlu direkomendasikan dan dilakukan. 
  14. Kadar total testoteron serum perlu dipantau, dan menjadi salah satu pemeriksaan sebelum dimulainya terapi.  
  15. Terapi hormon perlu dipertimbangkan untuk diberikan pada pria dengan kadar testoteron yang rendah. 
  16. Abaloparatide dapat digunakan sebagi terapi lini pertama untuk laki-laki dengan osteoporosis yang berisiko tinggi mengalami fraktur osteoporotik. 

 

Sumber:

Fuggle NR et at. Evidence-Based Guideline for the management of osteoporosis in men. Nature Review Rheumatology. 2024. 20:241-251.

Artikel lain yang menarik untuk dibaca:

  1. Honvo, G. et al. Recommendations for the reporting of harms in manuscripts on clinical trials assessing osteoarthritis drugs: a consensus statement from the European Society for Clinical and Economic Aspects of Osteoporosis, Osteoarthritis and Musculoskeletal Diseases (ESCEO). Drugs Aging2019. 36: 145–159.
  2. Guyatt, G. H. et al. GRADE: an emerging consensus on rating quality of evidence and strength of recommendations. British Medical Journal 2008.336: 924–926.
  3. Katsoulis, M. et al. Excess mortality after hip fracture in elderly persons from Europe and the USA: the CHANCES project. Journal Internal Medicine 2017.281: 300–310.
Avatar
Reviewed by:
Ditinjau oleh:

Dr. Eddy Wiria, PhD

Co-Founder & CEO Kavacare