Proses penuaan selalu mengakibatkan perubahan pada manusia, baik secara fisik maupun psikis. Tapi, tak seperti mitos yang banyak beredar, penuaan tak identik dengan demensia atau yang lebih dikenal dengan istilah pikun. Lansia rentan mengalami demensia, tapi tidak semua lansia pasti terkena demensia. Meski begitu, kita tetap harus waspada terhadap risiko demensia pada lansia karena dampaknya bisa berkepanjangan dan membahayakan kesehatan.
Apa Itu Demensia
Demensia adalah kondisi ketika kemampuan kognitif seseorang berkurang hingga mempengaruhi kehidupan dan aktivitas sehari-hari orang tersebut. Kemampuan itu antara lain berkaitan dengan pemikiran, ingatan, bahasa, dan penalaran. Orang yang terkena demensia biasanya mengalami perubahan kepribadian dan perilaku serta sulit mengontrol emosi. Demensia parah membuat penderitanya bergantung sepenuhnya pada orang lain untuk dapat menjalani kegiatan dasar dalam hidup sehari-hari.
Demensia dan lansia bukanlah dua hal yang sudah pasti berjalan beriringan. Demensia bukanlah bagian dari proses penuaan alami. Sekitar sepertiga lansia berusia 85 tahun ke atas menunjukkan gejala demensia, tapi banyak yang bisa sampai usia 90 tahun tanpa tanda demensia sedikit pun.
Demensia terjadi ketika ada masalah pada fungsi neurologis seseorang yang lazimnya menurun seiring dengan pertambahan usia. Walau demikian, orang yang berumur 40-50 tahun juga bisa terkena demensia. Istilah untuk kondisi itu adalah younger onset dementia, yakni bentuk demensia yang didiagnosis pada orang berusia di bawah 65 tahun.
Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan orang yang terkena demensia dan belum ada metode pencegahan yang benar-benar terbukti ampuh. Tapi secara umum gaya hidup sehat bisa membantu mengurangi faktor risiko yang terkait dengan penyakit ini.
Berbagai Macam Tipe Demensia
Ada berbagai macam tipe demensia yang ditemukan di seluruh dunia. Di antaranya demensia vaskuler, Alzheimer, demensia fronto temporal, dan demensia Lewy Body.
- Alzheimer: sebanyak 60-80 persen orang yang menunjukkan gejala demensia mengalami penyakit ini. Pemicunya adalah perubahan pada otak, termasuk penumpukan protein amiloid dan protein tau di otak.
- Demensia fronto temporal: jenis demensia ini cenderung dialami orang berusia di bawah 60 tahun. Penyebabnya adalah hilangnya sel saraf progresif di lobus frontal otak (belakang dahi) dan lobus temporal (belakang telinga).
- Demensia vaskuler: tipe demensia ini terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah atau terhalangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
- Demensia Lewy Body: jenis demensia ini dipicu penumpukan protein yang disebut Lewy Body di otak.
Selain empat tipe demensia itu, para peneliti mengidentifikasi sejumlah kondisi lain yang menyebabkan demensia atau gejalanya mirip dengan demensia, seperti:
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob: kelainan otak yang langka
- Penyakit Huntington: penyakit otak progresif yang bersifat keturunan
- Ensefalopati traumatis kronis: masalah fungsi kognitif akibat cedera otak traumatis berulang
- Demensia terkait HIV: penyakit langka yang terjadi ketika virus HIV menyebar ke otak
- Demensia campuran: kombinasi dua atau lebih jenis demensia
Bagaimana Mengenalinya
Tanda dan gejala demensia muncul ketika sel saraf atau neuron yang sehat di otak menjadi tak berfungsi, hilang koneksi dengan sel otak lain, dan mati. Penuaan menyebabkan sebagian sel neuron hilang, tapi jumlah sel yang hilang pada orang dengan demensia jauh lebih banyak. Orang yang mengalami demensia sering kali tidak menyadari kondisinya. Dalam hal ini, peran keluarga dibutuhkan untuk mengenali gejala itu agar bisa mendapatkan pertolongan medis secepatnya.
Gejala dan tanda demensia setiap orang tidak selalu sama. Di antaranya:
- Hilang ingatan sebagian atau seluruhnya
- Kebingungan
- Tak bisa membuat keputusan yang baik
- Kesulitan berbicara, memahami dan mengekspresikan pendapat, serta membaca dan menulis
- Berkeliaran sendiri dan tersesat di lingkungan yang sebelumnya dikenal
- Sering mengulang pertanyaan
- Menggunakan kata yang tak biasa ketika menyebutkan obyek tertentu
- Butuh waktu lebih lama untuk melakukan kegiatan sehari-hari
- Tak lagi berminat pada aktivitas atau acara tertentu
- Mengalami halusinasi, delusi, atau paranoid
- Tak peka terhadap perasaan orang lain
- Hilang keseimbangan
Untuk mendiagnosis demensia, dokter akan memeriksa apakah ada masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi kognitif pasien. Pemeriksaan fisik yang meliputi pengukuran tekanan darah dan pengecekan tanda vital lain, termasuk tes darah dan hormon, vitamin, serta zat kimia dalam tubuh, juga dapat dilakukan untuk memastikan penyebab gejala.
Kapan Minta Pertolongan
Orang yang mengalami demensia sebaiknya segera mendapat pertolongan medis. Bila ada anggota keluarga yang makin lama makin sering lupa akan sesuatu, ajaklah untuk berkonsultasi dengan dokter guna mendeteksi tanda awal demensia. Kehilangan ingatan kerap menjadi gejala pertama yang dikenali saat orang menderita demensia.
Namun sering kali susah bagi seseorang untuk mengetahui gejala demensia pada diri sendiri. Jikapun curiga mengalami gejala demensia, ada kemungkinan mereka enggan terbuka karena berbagai alasan, seperti khawatir atau takut. Jika demensia diketahui sejak dini, prosesnya bisa diperlambat dan individu yang mengalaminya bisa menjaga kemampuan kognitif lebih lama lewat penanganan terapi yang tepat.
Peran Tenaga Medis
Orang yang didiagnosis menderita demensia akan ditangani oleh sejumlah tenaga medis yang berhimpun sebagai tim perawatan. Pasien mungkin akan merasa kebingungan melihat banyaknya tenaga medis yang terlibat, tapi kehadiran mereka sangat dibutuhkan sesuai dengan keahlian masing-masing.
Tenaga medis ini termasuk dokter geriatri yang memiliki spesialisasi penanganan pasien lansia, neurolog yang ahli dalam hal penyakit sistem saraf, psikiater yang membantu asesmen serta perawatan gangguan mental, psikolog yang menangani perawatan psikososial, terapis bahasa dan wicara yang membantu meningkatkan kemampuan komunikasi dan/atau menelan pasien, terapis okupasi yang membantu terapi pemulihan fungsi kognitif, serta terapis fisik yang menyiapkan terapi latihan fisik bagi pasien.
Peran Keluarga
Perawatan pasien demensia juga memerlukan peran keluarga. Demensia tidak hanya mempengaruhi satu individu, tapi semua anggota keluarga. Konflik dalam keluarga mungkin muncul terkait dengan tanggung jawab perawatan untuk pasien. Misalnya seorang kakek terkena demensia, sementara istrinya sudah renta sehingga sulit untuk membantu perawatan. Sedangkan anak-anak mereka sudah berkeluarga dan punya rumah sendiri-sendiri.
Dalam kasus demikian, mesti ada pengaturan tentang tanggung jawab perawatan bagi sang kakek. Bila tidak, rentan terjadi abuse atau perlakuan yang tidak baik terhadap pasien demensia oleh anggota keluarga sendiri. Keluarga harus bekerja sama sebagai tim untuk memberi dukungan sepenuhnya. Bila perlu, manfaatkan layanan homecare, yakni perawat profesional dan ahli terapi yang dapat memberikan perawatan di rumah sekaligus membantu meningkatkan kualitas hidup pasien demensia. Untuk mendapatkan perawatan homecare yang professional, hubungi Kavacare Support melalui WA 0811 – 1446 – 777.
Sumber:
What Is Dementia? Symptoms, Types, and Diagnosis. https://www.nia.nih.gov/health/what-is-dementia. Diakses 8 Maret 2022
Dementia. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dementia/symptoms-causes/syc-20352013. Diakses 8 Maret 2022
What Is Dementia? https://www.cdc.gov/aging/dementia/index.html. Diakses 8 Maret 2022
Reducing Risk of Dementia in Older Age. https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2626575. Diakses 8 Maret 2022
Factors associated with dementia in elderly. https://www.scielo.br/j/csc/a/LSgzMKFzzMxBCBH3zZ59r3x/?format=pdf&lang=en. Diakses 8 Maret 2022
Dementia. https://www.webmd.com/alzheimers/types-dementia. Diakses 8 Maret 2022