Bagaimana Cara Memprediksi Faktor Risiko Patah Tulang Panggul?

Bagaimana Cara Memprediksi Faktor Risiko Patah Tulang Panggul?

Share

Kekhawatiran yang dialami banyak orang tua adalah jatuh dan mengalami patah tulang karena tulangnya sudah lebih tipis atau keropos. Dan anekdotnya adalah bila sudah jatuh, biasanya merembet ke mana-mana. Mereka yang tadinya aktif dan mandiri, mobilitasnya menjadi terbatas, bahkan banyak yang harus menggunakan alat bantu jalan atau kursi roda, atau terpaksa terus berbaring di tempat tidur. Kondisi ini bisa terjadi dengan berbagai komplikasi dan akhirnya menyebabkan kematian.

Betul sekali, salah satu masalah yang terjadi dalam proses penuaan adalah pengeroposan tulang atau osteoporosis. Osteoporosis sangat berhubungan dengan risiko patah tulang, dan patah tulang yang terjadi pada lansia dapat meningkatkan risiko meninggal hingga 20% di satu tahun pertama setelah insiden patah tulang panggul. Diprediksi di tahun 2050 ada sekitar 4,5 hingga 6,3 juta orang yang akan mengalami patah tulang panggul di seluruh dunia.

Saat ini sudah ada berbagai cara penentuan faktor risiko patah tulang panggul, namun belum ada yang optimal menjadi pilihan utama. FRAX atau Fracture probability assessment merupakan salah satu alat standar yang masuk dalam berbagai panduan nasional, menilai riwayat jatuh dan angka kejadian patah tulang termasuk risiko kematian, patah tulang panggul dan patah tulang lainnya. Beberapa tahun terakhir juga dilaporkan bukti-bukti bahwa beberapa biomarker, polygenic risk scores dapat membantu prediksi patah tulang panggul. 

Penelitian yang dilakukan oleh grup Austin TR, Nethander M, Fink HA dari University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, menganalisa data-data proteomic untuk dikombinasikan dengan berbagai penanda atau marker biologis. Sebagai subjek penelitian, mereka memantau kelompok Cardiovascular Health Study (CHS), Trondelag Health Study (HUNT) dan UK Biobank. Total data proteomic-nya didapatkan dari 3171 peserta, 456 insiden patah tulang panggul, 39% nya adalah laki-laki, dan rata-rata usianya 74.4 tahun dari CHS; 3259 vs 1988 peserta SomaScan 5K vs 7K, , 187 vs 155 insiden patah tulang panggul, 6% vs 54% laki-laki, dan rata-rata usia 64.5 vs 63.9 tahun pada subjek HUNT; serta 50876 peserta, 686 insiden patah tulang panggul, 46% laki-laki, rata-rata usia 57 tahun pada populasi UK Biobank. Mereka juga menggunakan berbagai metode statistik dan membandingkan dengan banyak data lainnya untuk mendapatkan informasi yang optimal.

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ada asosiasi kuat antara skor risiko proteomic dengan patah tulang panggul. Asosiasi ini lebih kuat dibandingkan asosiasi skor ini dengan patah tulang di bagian lain, misalnya lengan dan kaki, mungkin juga karena risiko dari patah tulang di bagian tubuh lainnya berbeda dari patah tulang panggul. Apakah skor proteomic ini bisa menggantikan FRAX, atau justru lebih optimal untuk dikombinasikan, hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Harapannya bisa dilakukan upaya-upaya pencegahan yang lebih awal menggunakan screening biomarker sehingga efek morbiditas dan mortalitas dari patah tulang panggul bisa lebih diatasi.

Terlepas dari hasil-hasil penelitian di atas, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kualitas hidup dari para lansia, dan bagaimana bisa meningkatkan probabilitas pemulihan sambil mencegah kondisi terus memburuk. Peran dari setiap anggota keluarga dan tenaga medis yang terlibat perlu lebih optimal lagi.

Untuk artikel lengkapnya bisa dibaca di:

Austin, T.R., Nethander, M., Fink, H.A. et al. A plasma protein-based risk score to predict hip fractures. Nat Aging 4, 1064–1075 (2024). https://doi.org/10.1038/s43587-024-00639-7

Bacaan menarik lainnya:

  1. Rizkallah, M. et al. Comparison of morbidity and mortality of hip and vertebral fragility fractures: which one has the highest burden? Osteoporosis. Sarcopenia 6, 146–150 (2020).
  2. Kanis, J. A. et al. Adjusting conventional FRAX estimates of fracture probability according to the number of prior falls in the preceding year. Osteoporosis International 34, 479–487 (2023).
  3. Helgason, H. et al. Evaluation of large-scale proteomics for prediction of cardiovascular events. JAMA 330, 725–735 (2023).
  4. Li, Y. M. et al. Genetic risk factors identified in populations of European descent do not improve the prediction of osteoporotic fracture and bone mineral density in Chinese populations. Scientific Report 9, 6086 (2019).
  5. Austin, T. R. et al. Proteomics and Population Biology in the Cardiovascular Health Study (CHS): design of a study with mentored access and active data sharing. European Journal Epidemiology 37, 755–765 (2022).

 

Avatar
Reviewed by:
Ditinjau oleh:

Dr. Eddy Wiria, PhD

Co-Founder & CEO Kavacare