HIV/AIDS menjadi salah satu penyakit dengan jumlah penderita tertinggi dan memiliki korban jiwa yang cukup tinggi juga. Siapa saja dapat terkena penyakit ini, mulai dari perempuan hingga laki-laki, maupun anak-anak hingga orang tua. Mirisnya, HIV pada anak-anak merupakan penyakit menurun yang didapatkan dari orang tua yang menjadi penderita juga.
Kavacare telah merangkum informasi seputar HIV/AIDS pada anak, seperti faktor risiko, dampak pengobatan, hingga pencegahannya. Untuk informasi lebih lanjut, simak penjelasan di bawah ini.
Cara Penyebaran HIV/AIDS
HIV atau human immunodeficiency virus merupakan virus penyebab AIDS atau acquired immune deficiency syndrome. Virus ini menghancurkan atau mersuak sel-sel sistem kekebalan tubuh dan secara progresif menghancurkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan jenis kanker tertentu.
Pada remaja hingga orang tua, HIV/AIDS dapat menyebar melalui:
Kontak Seksual
HIV dapat menyebar melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui lapisan vagina, vulva, penis, rectum, atau jaringan yang terkelupas, ataupun jaringan yang teriritasi pada lapisan mulut melalui aktivitas seksual.
Jarum
HIV umumnya menyebar akibat berbagi jarum suntik atau peralatan penggunaan narkoba dengan seseorang yang terinfeksi.
Kontaminasi Darah
HIV juga dapat menyebar melalui kontak dengan darah penderita yang terinfeksi. Namun, karena skrining penyumbangan darah yang ketat, risiko terinfeksi HIV dari transfusi darah sangat rendah.
Transmisi Vertikal
HIV dapat menular dari ibu ke bayi yang baru lahir melalui proses kehamilan, persalinan atau proses menyusui. Penularan ini disebut dengan penularan HIV perinatal. Di Amerika Serikat, penularan ini paling umum bagi anak-anak di bawah usia 13 tahun untuk tertular HIV.
Baca Juga: Perawatan HIV: Perhatikan 5 Hal Ini
Gejala HIV pada Anak
Berikut beberapa gejala HIV/AIDS pada anak berdasarkan tingkat usia, antara lain:
Bayi
Usia bayi dihitung sejak lahir hingga usia 1 tahun. Gejala yang mungkin dialami adalah:
- Pneumonia
- Gagal untuk berkembang, di mana pertumbuhan serta perkembangan fisik anak tertunda dengan penambahan berat badan dan pertumbuhan tulang yang buruk
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Sariawan mulut, di mana muncul bercak putih pada pipi dan lidah dan terasa menyakitkan bagi bayi
- Pembengkakan perut akibat pembengkakan hati dan limpa
- Diare intermittent, di mana diare dapat datang dan pergi dengan waktu yang rutin
Anak-Anak
Gejala yang terlihat pada anak di atas usia 1 tahun dan dapat dibagi menjadi tiga kategori berbeda, dari ringan hingga berat. Sedangkan WHO membagi infeksi HIV/AIDS pada anak menjadi empat stadium klinis:
Stadium Klinis | Gejala |
Stadium 1 |
|
Stadium 2 |
|
Stadium 3 |
|
Stadium 4 |
|
Remaja
Gejala HIV pada remaja mungkin sama dengan gejala HIV pada anak-anak, dan mungkin lebih mirip gejala yang biasa terlihat pada orang dewasa penderita HIV. Beberapa remaja dan orang dewasa dapat mengalami flu dalam waktu satu atau dua bulan setelah terpapar HIV, meski banyak penderita yang tidak merasakan gejala apapun.
Selain itu, gejala yang biasa muncul antara lain:
- Demam
- Sakit kepala
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Tidak enak badan
- Pneumocystis jiroveci pneumonia (PCP)
- Kandidiasis esofagus
- Pneumonia interstitial limfositik
- Sarkoma kaposi
- Fistula rekto-vagina (pada anak perempuan)
Bagaimana HIV Memengaruhi Kesehatan Anak?
Karena sistem kekebalan anak-anak belum sepenuhnya berkembang, anak-anak penderita HIV dapat mengalami gejala yang lebih parah dibandingkan orang dewasa. Mereka mungkin mengalami infeksi pediatri umum yang sama dengan anak-anak lainnya, namun tidak mampu melawan infeksi secara efektif.
Infeksi umum HIV pada anak-anak termasuk infeksi telinga dan sinus, pneumonia, sepsis, tuberkulosis (TBC), infeksi saluran kemih, penyakit kulit, penyakit usus dan meningitis. Pada negara-negara berkembang, penyakit yang mungkin diderita anak-anak dengan HIV adalah diare, penyakit pernapasan umum serta TBC.
Baca Juga: Ketahui 6 Dampak HIV pada Wanita
Pengobatan HIV/AIDS pada Anak
Pengobatan dengan ART
Pengobatan dengan ART direkomendasikan untuk semua penderita HIV, termasuk anak-anak dan remaja. Obat HIV membantu penderita HIV untuk hidup lebih lama, hidup lebih sehat serta mengurangi risiko penularan HIV.
Semua bayi dan anak yang terinfeksi HIV berusia < 60 bulan harus memulai ART, terlepas dari status klinis atau imunologi. Apabila tes virus tidak tersedia, bayi berusia < 18 bulan dengan dugaan infeksi HIV parah yang didiagnosis secara klinis harus memulai ART. Konfirmasi infeksi HIV harus diperoleh sesegera mungkin.
Untuk anak usia > 60 bulan, mulai ART dengan:
- Jumlah CD4 <500 sel/mm3 terlepas dari stadium klinis
- Jumlah CD4 <350 sel/mm3 yang harus menjadi prioritas, seperti pada orang dewasa
Keputusan kapan memulai ART juga harus mempertimbangkan lingkungan sosial anak, termasuk identifikasi pengasuh yang jelas yang memahami prognosis HIV dan persyaratan ART. Terkadang inisiasi pengobatan ART segera dapat ditunda sampai anak stabil selama pengobatan infeksi akut.
Faktor dalam Proses Pengobatan HIV pada Anak
Beberapa faktor yang memengaruhi pengobatan HIV pada anak dan remaja, termasuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Misal, karena anak-anak tumbuh dengan kecepatan yang berbeda, takaran obat HIV yang diberikan mungkin bergantung pada berat badan anak dibandingkan berdasarkan usianya. Anak-anak dengan usia yang terlalu muda untuk menelan pil dapat menggunakan obat HIV yang berbentuk cair.
Masalah yang mempersulit konsumsi obat HIV setiap hari dan tepat waktu seperti yang diresepkan dapat memengaruhi pengobatan HIV pada anak dan remaja. Pengobatan HIV yang efektif bergantung pada kepatuhan konsumsi obat yang baik. Rasa yang tidak enak juga mempersulit konsumsi obat HIV secara teratur pada anak-anak.
Asumsi dan stigma negatif masyarakat terhadap penyakit HIV juga dapat mempersulit kepatuhan bagi remaja penderita HIV. Mereka mungkin melewatkan dosis obat guna menyembunyikan status HIV-positif mereka dari orang lain.
Faktor lain yang memengaruhi kepatuhan minum obat HIV pada remaja dan anak-anak antara lain:
- Masalah dalam keluarga, seperti penyakit fisik atau mental, situasi rumah yang tidak stabil, atau penyalahgunaan alkohol dan narkoba
- Jadwal yang padat membuat sulit untuk mengonsumsi obat HIV tepat waktu setiap hari
- Usia dan tahap perkembangan anak
- Efek samping dari obat HIV
- Kurangnya asuransi kesehatan untuk menutup biaya obat-obatan HIV.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Aturan Pakai Obat
Efek Samping Pengobatan HIV
Konsumsi obat HIV dalam jangka panjang mampu memberikan beberapa efek samping pada penggunanya. Obat HIV yang berbeda dapat menyebabkan efek samping yang berbeda pula. Selain itu, orang yang mengonsumsi obat HIV juga akan merasakan efek samping yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Efek samping obat HIV dapat bertahan hanya beberapa hari atau minggu. Seperti mual, insomnia atau sulit tidur dan kelelahan, yang dapat menjadi efek samping jangka pendek konsumsi obat HIV. Sedangkan efek samping lain yang mungkin dirasakan dalam jangka panjang, baik berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah memulai pengobatan. Contohnya, kolesterol tinggi yang menjadi faktor risiko penyakit jantung.
Riwayat kesehatan juga dapat memengaruhi efek samping yang dirasakan penderita HIV selama mengonsumsi obat. Maka dari itu, perlu adanya konsultasi lebih lanjut dengan dokter guna mengetahui efek samping apa saja yang mungkin terjadi dan bagaimana cara menghindarinya.
Bisakah Mencegah HIV pada Anak?
Metode yang paling efektif guna mencegah penularan HIV dari ibu ke anak yakni dengan memulai terapi antiretroviral (ART) pada ibu hamil sedini mungkin. ART diberikan pada ibu hamil seumur hidup terlepas dari gejala yang dimiliki. Dalam upaya pencegahan ini, terdapat dua pilihan utama yang harus dimulai sejak awal kehamilan, di 14 minggu kehamilan, atau sesegera mungkin. Pilihan ini dapat mengurangi penularan secara signifikan, yakni:
- Opsi B: three-drug prophylactic regimen untuk ibu yang diminum selama kehamilan dan selama menyusui, serta profilaksis bayi selama 6 minggu setelah lahir, baik bayi yang menyusui atau tidak menyusui.
- Opsi B+: rejimen pengobatan ARV tiga kali lipat untuk ibu yang dimulai saat hamil dan berlanjut seumur hidup, serta profilaksis bayi selama 6 minggu setelah lahir, baik bayi yang menyusui atau tidak menyusui.
ART menurunkan tingkat virus dalam aliran darah ibu, sehingga mengurangi risiko penularan infeksi ke bayi. ART juga harus diberikan kepada anak sebelum dan sesudah lahir, pengobatan akan membantu tubuh bayi untuk melawan infeksi.
Apabila Anda membutuhkan konsultasi seputar HIV/AIDS pada anak, mulai dari pengertian, cara penularan dan perawatan lebih lanjut, Anda dapat melakukan konsultasi online bersama Kavacare. Kami menyediakan layanan konsultasi dan dokter datang ke rumah sesuai dengan kebutuhan Anda. Untuk info lebih lanjut, hubungi Kavacare Support melalui WhatsApp di 0811 – 1446 – 777.
Sumber:
- Stanford Medicine Children’s Health https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=aidshiv-in-children-90-P02509 diakses 27 Januari 2023
- Elizabeth Glaser Pediatric AIDS Foundation https://www.pedaids.org/about/about-pediatric-aids/ diakses 27 Januari 2023
- HIV Info https://hivinfo.nih.gov/understanding-hiv/fact-sheets/hiv-and-children-and-adolescents diakses 27 Januari 2023
- HIV Info https://hivinfo.nih.gov/understanding-hiv/fact-sheets/hiv-medicines-and-side-effects#:~:text=For%20example%2C%20nausea%2C%20fatigue%2C,effect%20of%20some%20HIV%20medicines. Diakses 27 Januari 2023
- National Library of Medicine https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8855388/ diakses 5 Februari 2023
- International Journal of Clinical Pediatrics and Children Health http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/33401/1/4395aa7b2397706da46033a91d2e1761.pdf diakses 5 Februari 2023
- Journal of Antimicrobial Chemotherapy https://academic.oup.com/jac/article/61/1/8/910119?login=false diakses 5 Februari 2023
- WHO CLINICAL STAGING OF HIV FOR INFANTS AND CHILDREN WITH ESTABLISHED HIV INFECTION https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK138574/ diakses 24 Mei 2023